Langsung ke konten utama

MAKALAH PAJAK PENGHASILAN UMUM

BAB I
PEMBAHASAN
A.           Subjek Pajak
Pajak penghasilan adalah pajak yang dikenakan kepada Subjek Pajak atas penghasilan yang diterima dalam satu tahun pajak (Waluyo, 2010:89). Subjek Pajak yang dimaksud adalah orang pribadi maupun badan (perusahaan). Penghasilan suatu perusahaan akan dihitung dari catatan, buku, serta dokumen pendukung lainnya yang dilakukan oleh perusahaan.[1] Dari penghasilan perusahaan inilah yang akan dikenakan tarif pajak penghasilan.
Pajak penghasilan dikenakan terhadap Subjek Pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak. Yang menjadi subjek pajak adalah :

1.         Subjek Pajak Penghasilan
Yang menjadi subjek penghasilan adalah:[2]
a.        1. Orang pribadi;
 2.  Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak.
b.      Badan
Adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yag tidak melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha.
c.       Bentuk usaha tetap
Adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di indonesia, orang pribadi yang berada di indonesia tidak  lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia.
2.         Subjek Pajak Dalam Negeri
Subjek pajak dalam negeri adalah:[3]
a.       Subjek Pajak Orang Pribadi, yaitu:
Orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, atau orang pribadi yang dalam satu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia.
b.      Subjek Pajak Badan, yaitu:
Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia, kecuali unit tertentu dari badan pemerintah yang memenuhi kriteria.
c.       Subjek Pajak Warisan, yaitu:
Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak.
3.         Subjek Pajak Luar Negeri
Subjek pajak luar negeri adalah:[4]
a.   Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.
b.   Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia tidak dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.
4.         Tidak termasuk Subjek Pajak
Tidak termasuk subjek pajak adalah:[5]
a.       Kantor perwakilan negara asing;
b.      Penjabat-penjabat perwakilan diplomatik dan konsultat atau penjabat-penjabat lain dari negara asing;
c.       Organisasi-organisasi internasional;
d.      Penjabat-penjabat perwakilan organisasi internasional dengan syarat bukan warga negara Indonesia dan tidak menjalankan usaha, kegiatan atau pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan di Indonesia.

B.            Objek Pajak
1.      Subjek Pajak Penghasilan
Yang menjadi objek pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau utnuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun.
Yang termasuk dalam pengertian penghasilan adalah :[6]
1.   Pergantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, grafikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan lain dalam Undang-undang ini;
2.       Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan;
3.        Laba usaha;
4.        Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk :
a)   Keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan, dan badan lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal;
b)  Keuntungan yang diperoleh perseroan, persekutuan, dan badan lainnya karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu, atau anggota;
c)  Keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, pegambil alihan usaha;
d)    Keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan, atau sumbangan, kecuali, yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat dan badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial,atau pengusaha kecil termasuk koperasi yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan.
5.        Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya;
6.        Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan penegmbalian utang;
7.   Dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi;
8.        Royalti atau imbalan atas penggunaan hak;
9.        Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;
10.    Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala;
11.    Keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah;
12.    Keuntungan selisih kurs mata uang asing;
13.    Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva;
14.    Premi asuransi;
15.    Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas;
16.    Tambahan kekayaan netto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak.

2.      Tidak termasuk Objek Pajak
Yang tidak termasuk subjek pajak adalah:[7]
a.                       1.  Bantuan sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan para penerima zakat yang berhak.
2. Harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat dan badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial,atau pengusaha kecil termasuk koperasi yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan.
b.        Warisan
c.   Harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagai pengganti saham atau    penyertaan modal.
d.    Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan atau kenikmatan dari wajib pajak atau pemerintah
e.   Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi beasiswa
f.      Dividen atau pembagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai wajib pajak dalam negeri, koperasi, BUMN, atau BUMD, dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan adanya syarat.
g.  Iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh keuangan,baik yang dibayar oleh pemberi kerja maupun pegawai.
h.   Penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun sebagaimana dimaksud pada angka 7, dalam bidang-bidang tertentu yang ditetapkan oleh menteri keuangan.
i.     Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi.
j.   Bunga obligasi yang diterima atau diperoleh perusahaan reksadana selama 5(lima) tahun pertama sejak pendirian perusahaan atau pemberian izin usaha tersebut.
k.     Penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura berupa bagian laba dari badan pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan usaha atau kegiatan di Indonesia.
l.       Beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
m.  Sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau lembaga nirlaba yang bergerak dalam bidang pendidikan dan/atau bidang penilitian dan pengembangan ,yang telah terdaftar pada instansi yang membandingkan yang ditanamkan kembali dalam bentuk sarana dan prasarana kegiatan pendidikan dan/atau penelitian dan pengembangan ,dalam jangka waktu paling lama 4( empat ) tahun sejak diperolehnya sisa lebih tersebut,yang ketentuannya lebih lanjut dengan atau berdasarkan peraturan Menteri Keuangan ;
n.    Bantuan atau santunan yang dibayarkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial kepada wajib Pajak tertentu,yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.

  C.    Perhitungan Penghasilan Neto dan Pajak Terutang
Penghasilan Kena Pajak atau penghasilan neto adalah penghasilan bruto setelah dikurangi biaya jabatan, biaya pensiun, dan iuran pensiun serta iuran Tabungan Hari Tua (THT) sehubungan dengan kegiatan usaha.[8]
   Menurut UU No 36 Tahun 2008, terdapat persentase khusus untuk menghitung tarif pajak penghasilan, tergantung dari jumlah Penghasilan Kena Pajak yang diperoleh. Rumus tarif untuk wajib pajak orang pribadi adalah:[9]
1)      5% dari penghasilan kena pajak untuk penghasilan hingga Rp50.000.000/tahun.
2) 15% dari penghasilan kena pajak untuk penghasilan di atas Rp50.000.000 hingga Rp250.000.000/tahun.
3) 25% dari penghasilan kena pajak untuk penghasilan di atas Rp250.000.000 hingga Rp500.000.000/tahun.
4)     30% dari penghasilan kena pajak untuk penghasilan di atas Rp500.000.000/tahun.
Perhitungan di atas ini hanya berlaku untuk wajib pajak yang sudah memiliki NPWP. Wajib pajak tanpa NPWP harus membayar tarif 20% lebih tinggi dari yang wajib dibayarkan pemilik NPWP. Dalam dunia perpajakan, ada istilah Penghasilan Kena Pajak dan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP). Sebelum menghitung pajak penghasilan (termasuk pajak terutang), pastikan mengetahui jumlah penghasilan kena pajak Anda, terutama karena jumlahnya bisa berbeda untuk setiap orang.[10]
Peraturan Direktorat Jenderal Pajak Nomor 16 Tahun 2016 menetapkan angka Rp54.000.000 sebagai jumlah PTKP selama setahun untuk wajib pajak orang pribadi. Jika individu tersebut sudah menikah, ada tambahan senilai Rp4.500.000. Nilai yang sama akan terus ditambahkan untuk setiap anak yang lahir dari pernikahan individu tersebut.[11]
Kode PTKP
Tahun 2016 – 2019
TK/0
Rp 54.000.000
K/0
Rp 58.500.000
K/1
Rp 63.000.000
K/2
Rp 67.500.000
K/3
Rp 72.000.000

Untuk menentukan pajak yang harus Anda bayar, temukan selisih antara penghasilan kena pajak dan PTKP dalam setahun. Setiap individu akan mendapat hasil yang berbeda karena adanya variasi, seperti jumlah pendapatan, potongan pada gaji, status pernikahan atau keluarga, dan lain sebagainya.

Kasus I:
Deni adalah karyawan perusahaan yang masih lajang. Dia memiliki penghasilan senilai Rp6.000.000 per bulan, atau Rp72.000.000 per tahun.
Status lajang A membuatnya mendapat Penghasilan Tidak Kena Pajak sejumlah Rp54.000.000 per tahun. Ini berarti penghasilan kena pajak si A dihitung dari selisih antara gaji/pendapatan per tahun dan PTKP, yaitu: Rp72.000.000–Rp54.000.000 = Rp18.000.000.
Karena penghasilan si A dalam setahun adalah Rp72.000.000, maka perhitungan tarifnya menggunakan persentase 15%. Jumlah pajak penghasilan yang harus dibayar dalam setahun adalah 15/100 x Rp18.000.000 = Rp2.700.000. Ini berarti jumlah uang yang menjadi potongan pajak A adalah Rp225.000.

BAB II
KESIMPULAN
Pajak Penghasilan (umum) adalah pajak yang dikenakan terhadap subjek pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam satu tahun pajak. Subjek pajak disini adalah segala seusatu yang mempunyai potensi untuk memperoleh penghasilan dan menjadi sasaran untuk dikenakan pajak pnghasilan. Undang-undang pajak penghasilan di Indonesia mengatur pengenaan pajak penghasilan terhadap subjek pajak berkenaan dengan penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak. Jika subjek pajak telah memenuhi kewajiban pajak secara objektif maupun subjektif maka disebut wajib pajak.
Pelunasan pajak penghasilan dalam tahun berjalan dapat dilakukan dengan dua cara yaitu pelusan pajak oleh wajib pajak sendiri dan melalui pihak lain. Dalam hal pelunasan pajak oleh pihak lain, perhitungan, pemotongan, penyetoran, dan pelaporan dilakukan oleh pihak yang memberikan/membayarkan penghasilan. Pelunasan pajak juga bisa dilakukan tidak dalam tahun pajak berjalan (sesudah tahun pajak berakhir).
Penghasilan Kena Pajak  adalah penghasilan bruto setelah dikurangi biaya jabatan, biaya pensiun, dan iuran pensiun serta iuran Tabungan Hari Tua (THT) sehubungan dengan kegiatan usaha.

DAFTAR PUSTAKA
Djp. “Perhitungan Penghasilan Neto untuk Kegiatan Usaha Anda”. diakses dari https://klikpajak.id/blog/berita-pajak/penghasilan-neto-adalah/ pada tanggal 10 Oktober 2019.
Pajak, Direktorat Jenderal. “PPh Pajak Penghasilan”. diakses dari http://www.pajak.go.id pada tanggal 10 Oktober 2019.
Waluyo dan Ilyas. Wiryawan B. 2007.  Perpajakan Indonesia. Jakarta: Salemba Empat.
Waluyo. 2010. Perpajakan Indonesia. Jakarta: Salemba Empat.



[1] Waluyo, Perpajakan Indonesia (Jakarta: Salemba Empat, 2010), hal. 89.
[2] Direktorat Jenderal Pajak, “PPh Pajak Penghasilan”, diakses dari http://www.pajak.go.id, pada tanggal 10 Oktober 2019 pukul 15:05 wib.
[3] Ibid.
[4] Ibid
[5] Ibid.
[6] Waluyo dan Ilyas. Wiryawan B, Perpajakan Indonesia (Jakarta: Salemba Empat, 2007), hal. 56-57.
[7] Direktorat Jenderal Pajak, Op. Cit.
[8]Djp, “Perhitungan Penghasilan Neto untuk Kegiatan Usaha Anda”, diakses dari https://klikpajak.id/blog/berita-pajak/penghasilan-neto-adalah/ pada tanggal 10 Oktober 2019 pukul 15:10 wib.
[9] Ibid.
[10] Ibid.
[11] Ibid.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MAKALAH RAGAM BAHASA DAN KARAKTERISTIKNYA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang      Bahasa diartikan sebagai suatu sistem berupa bunyi atau lambang yang bersifat abi ia terdapat pembahasan tentang ragam bahasa beserta karakteristiknya. Dimana ragam bahasa merupakan varian dari sebuah bahasa menurut penggunaannya. Ragam bahasa amat luas pemakaiannyadan bermacam-macam pula latar belakang penuturnya, mau tidak mau akanmelahirkan sejumlah ragam bahasa yang berbeda-beda.     Terdapat beberapa ragam bahasa, diantaranya ragam lisan, ragam tulisan, ragam baku, ragam tidak baku, ragam baku lisan, ragam baku tulisan serta ragam sosial dan ragam fungsional. 1.2. Rumusan Masalah      Adapun rumusan masalah yang akan dibahas adalah sebagai berikut : Apakah yang dimaksud dengan ragam bahasa? Apa saja macam-macam ragam bahasa? Bagaimana cara menggunakan ragam bahasa yang baik dan benar? 1.3. Tujuan Penulisan      Tujuan dibuatnya makalah ini adalah : Mahasiswa dapat menge...

MAKALAH FIQIH WADI'AH DAN LUQATHAH

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang        Di antara masalah-masalah yang banyak melibatkan anggota masyarakat dalam kehidupan sehari-hari adalah masalah muamalah (akad, transaksi) dalam berbagai bidang. Karena masalah muamalah ini langsung melibatkan manusia dalam masyarakat, maka pedoman dan tatanannya pun perlu dipelajari dan diketahui dengan baik, sehingga tidak terjadi penyimpangan dan pelanggaran yang merusak kehidupan ekonomi dan hubungan sesama manusia. Kesadaran bermuamalah hendaknya tertanam lebih dahulu dalam diri masing-masing, sebelum orang terjun ke dalam kegiatan muamalah itu. Pemahaman agama, pengendalian diri, pengalaman, akhlaqul-karimah dan pengetahuan tentang seluk-beluk muamalah hendaknya dikuasai sehingga menyatu dalam diri pelaku (pelaksana) muamalah itu.     Dari sekian banyak transaksi atau akad yang ada, diantarannya adalah akad Al-Wadiah dan Al-Luqhatah. Al-Wadiah adalah penitipan, yaitu akad seseorang ...

MAKALAH KONSEP DAN IMPLEMENTASI AKAD-AKAD DALAM ASURANSI SYARIAH

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Asuransi syariah telah banyak berkembang di indonesia karena muslim di Indonesia merupakan   penduduk yang terbesar yang berartinya pasar yang sangat potensial dalam dunia bisnis.Asuransi Syariah adalah sebuah sistem dimana para peserta meng-infaqkan /menghibahkan sebagian atau seluruh kontribusi yang akan digunakan untuk membayar klaim, jika terjadi musibah yang dialami oleh sebagian peserta. Peranan perusahaan disini hanya sebatas pengelolaan operasional  asuransi dan investasi dari dana-dana/kontribusi yang diterima/dilimpahkan kepada perusahaan. Asuransi syari’ah disebut juga dengan asuransi ta’awun yang artinya tolong menolong atau saling membantu . Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa Asuransi ta’awun prinsip dasarnya adalah dasar syariat yang saling toleran terhadap sesama manusia untuk menjalin kebersamaan dalam meringankan bencana yang dialami peserta. 1.2. Rumusan Masalah Adapun rumusan masalah yang akan dibahas adalah seba...