Langsung ke konten utama

MAKALAH KONSEP DAN IMPLEMENTASI AKAD-AKAD DALAM ASURANSI SYARIAH


BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Asuransi syariah telah banyak berkembang di indonesia karena muslim di Indonesia merupakan   penduduk yang terbesar yang berartinya pasar yang sangat potensial dalam dunia bisnis.Asuransi Syariah adalah sebuah sistem dimana para peserta meng-infaqkan /menghibahkan sebagian atau seluruh kontribusi yang akan digunakan untuk membayar klaim, jika terjadi musibah yang dialami oleh sebagian peserta. Peranan perusahaan disini hanya sebatas pengelolaan operasional  asuransi dan investasi dari dana-dana/kontribusi yang diterima/dilimpahkan kepada perusahaan.

Asuransi syari’ah disebut juga dengan asuransi ta’awun yang artinya tolong menolong atau saling membantu . Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa Asuransi ta’awun prinsip dasarnya adalah dasar syariat yang saling toleran terhadap sesama manusia untuk menjalin kebersamaan dalam meringankan bencana yang dialami peserta.

1.2.Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah yang akan dibahas adalah sebagai berikut :

1.      Apa pengertian Asuransi Syari’ah?

2.      Bagaimana Konsep Asuransi Syari’ah?

3.      Apa Akad-Akad dalam Asuransi Syari’ah?

 

1.3.Tujuan Penulisan

Tujuan dalam pembahasan ini adalah :

1.      Mengetahui Pengertian Asuransi Syariah.

2.      Mengetahui Konsep Asuransi Syari’ah.

3.      Mengetahui Akad-Akad dalam Asuransi Syari’ah.

 

BAB II

PEMBAHASAN

2.1.Pengertian Asuransi Syariah

Asuransi dalam bahasa Arab disebut at-ta'min. Penanggung disebut musta'min dan yang tertanggung disebut mu'amman lahu atau musta'min. At-ta'min diambil dari kata amana yang memiliki arti perlindungan, ketenangan, rasa aman dan bebas dari rasa takut. Secara etimologis berarti menjamin atau saling menanggung.[1] Sedangkan asuransi menurut Undang Undang nomor 40 tahun 2014 tentang Perasuransian, yang dimaksud dengan asuransi adalah perjanjian antara dua pihak, yaitu perusahaan asuransi dan pemegang polis, yang menjadi dasar bagi penerimaan premi oleh perusahaan asuransi sebagai imbalan untuk :

1.      Memberikan penggantian kepada tertanggung atau pemegang polis karena kerugian, kerusakan, biaya yang timbul, kehilangan keuntungan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin diderita tertanggung atau pemegang polis karena terjadinya suatu peristiwa yang tidak pasti.

2.      Memberikan pembayaran yang didasarkan pada meninggalnya tertanggung atau pembayaran yang didasarkan pada hidupnya tertanggung dengan manfaat yang besarnya telah ditetapkan dan/atau didasarkan pada hasil pengelolaan dana (Pasal 1 Undang Undang Nomor 40 tahun 2014 tentang Perasuransian). Berdasarkan fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 21/DSNMUI/ X/2001, bahwa asuransi syari’ah (ta’min, takaful, tadhamun) adalah usaha saling melindungi dan tolong menolong di antara sejumlah orang melalui investasi dalam bentuk aset-aset dan atau tabarru’, yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi resiko bahaya tertentu melalui akad (perikatan) yang sesuai dengan syari’ah.[2]

2.2.Konsep Asuransi Syariah 

Konsep asuransi syariah didasarkan pada Alquran surat Almaa’idah ayat 2 yang artinya: “tolong menolonglah kamu dalam mengerjakan kebajikan dan takwa, dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran”. Berdasarkan konsep tersebut ,kemudian dewan syariah nasional majelis ulama indonesia (MUI) memberikan pengertian tentang asuransi syariah pasal 1 ayat 1 Fatwa Dewan Syariah Nasional MUI No.21/DSN-MUI/X/2001, menetapkan bahwa:”Asuransi syariah adalah usaha saling melindungi dan tolong menolong diantara sejumlah orang/pihak melalui investasi dalam bentuk aset dan/atau tabarru’ yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi risiko tertentu melalui akad (perikatan) yang sesuai dengan syariah”.[3]

M. Syakir Sula menegaskan bahwa konsep asuransi syariah adalah suatu konsep di mana terjadi saling memikul risiko diantara sesama peserta sehingga antara satu dengan yang lainnya menjadi penanggung atas resiko yang muncul. Saling pukul risiko ini dilakukan atas dasar saling menolong dalam kebaikan dengan cara masing-masing mengeluarkan dana tabarru’ atau dana kebajikan (derma) yang tujuannya untuk menanggung risiko. Dalam sistem operasional, asuransi syari’ah telah terhindar dari hal-hal yang diharamkan oleh para ulama, yaitu gharar,maisir, dan riba.[4]

1)      Menghindari Ketidakjelasan (gharar)

Hadis nabi Muhammad SAW, yang dapat dijadikan acuan mengenai gharar adalah: “Rasurullah SAW, melarang jual beli dengan lemparan batu (hasab) dan jual beli gharar (diriwayatkan oleh Imam muslim). Definisi gharar menurut Imam syafii adalah apa-apa yang akibatnya tersembunyi dalam pandangan kita dan akibat yang paling mungkin muncul adalah yang paling kita takuti. menurut Ibnu qayyim,gharar adalah yang tidak bisa diukur penerimaannya, baik barang itu ada maupun tidak ada.[5]

2)      Menghindari Perjudian (Maisir)

Islam telah malarang perjudia (maisir), sebagaimana firman Allah dalam surat Almaidah ayat 90, yang artinya: “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi,(berkoban) untuk berhala, mengundi nasib dengan panah adalah perbuatan keji yang termasuk perbuatan syetan, maka jauhilah perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan”. Kata maisir berasal dari bahasa arab, yang secara harfiah berarti memperoleh sesuatu dengan sangat mudah tanpa kerja keras atau mendapat keuntungan tanpa bekerja. Hal ini biasa juga disebut perjudian, yang dalam terminologi agama diartikan sebagai suatu transaksi yang dilakukan oleh dua pihak untuk memperoleh kepemilikan suatu benda atau jasa yang menguntungkan satu pihak dan merugikan pihak lain dengan cara mengaitkan transaksi tersebut dengan suatu tindakan atau kejadian tertentu.[6]

3)      Menghindari Bunga (Riba)

Riba menurut pengertian bahasa berarti tambahan ( azziyadah), berkembang (annumuw), meningkat (al-irtifa’), dan membesar (al-uluw). Jadi, riba adalah penambahan ,perkembangan, peningkatan dan pembesaran atas pinjaman pokok yang diterima pemberi pinjaman dari peminjam sebagai imbalan karena menagguhkan atau berpisah dari sebagian modalnya selama periode waktu tertentu.[7] 

2.3.Akad-akad yang terdapat di dalam Asuransi Syariah

Asuransi syariah merupakan praktek tanggung menanggung diantara sesama peserta. Ketika salah satu peserta mengalami resiko yang dipertanggungkan, maka akan mendapat klaim yang berasal dari para peserta itu sendiri.

Secara umum, ketika peserta asuransi ikut dalam program perusahaan asuransi syariah akan di berikan akad, Akad yang diberikan harus sesuai dengan syariah yang tidak mengandung gharar (penipuan), maysir (perjudian), riba, zhulm (penganiayaan), risywah (suap), barang haram dan maksiat. Akad tersebut adalah :

1)      Akad Tijarah

Akad tijarah adalah akad yang dilakukan untuk tujuan komersial. Bentuk akadnya menggunakan mudhorobah. Jenis akad tijarah dapat diubah menjadi jenis akad tabarru' bila pihak yang tertahan haknya, dengan rela melepaskan haknya sehingga menggugurkan kewajiban pihak yang belum menunaikan kewajibannya.[8]

Akad tijarah ini adalah untuk mengelola uang premi yang telah diberikan kepada perusahaan asuransi syariah yang berkedudukan sebagai pengelola (Mudorib), sedangkan nasabahnya berkedudukan sebagai pemilik uang (shohibul mal). Ketika masa perjanjian habis, maka uang premi yang diakadkan dengan akad tijaroh akan dikembalikan Akad-Akad di dalam Asuransi Syariah beserta bagi hasilnya. (Fatwa DSN No. 21/DSN-MUI/X/2001 tentang Pedoman Umum Asuransi Syari'ah).[9]

2)      Akad Tabarru’

Akad tabarru’ adalah semua bentuk akad yang dilakukan dengan tujuan kebajikan dan tolong-menolong, bukan semata untuk tujuan komersial. Kemudian akad dalam akad tabarru adalah akad hibah dan akad tabarru’ tidak bisa berubah menjadi akad tijaroh. [10]

Dalam akad tabarru’ (hibah), peserta memberikan hibah yang akan digunakan untuk menolong peserta lain yang terkena musibah. Sedangkan perusahaan bertindak sebagai pengelola dana hibah (Fatwa DSN No. 21/DSN-MUI/X/2001 tentang Pedoman Umum Asuransi Syari'ah).[11]

Akad Tabarru' adalah Akad hibah dalam bentuk pemberian dana dari satu Peserta kepada Dana Tabarru' untuk tujuan tolong menolong di antara para Peserta, yang tidak bersifat clan bukan untuk tujuan komersial (Peraturan Menteri Keuanga Nomor 18/PMK.010/2010 Tentaang Penerapan Prinsip Dasar Penyelenggaraan Usaha Asuransi Dan Usaha Reasuransi dengan Prinsip Syariah).[12]

Untuk akad tijarah dan akad tabarru, ada beberapa akad yang mengikuti dalam pelaksanaannya. Akad-akad tersebut meliputi :

a)      Akad Wakalah bil Ujrah

Akad Wakalah bil Ujrah adalah Akad Tijarah yang memberikan kuasa kepada Perusahaan sebagai wakil Peserta untuk mengelola Dana Tabarru' dan/ atau Dana Investasi Peserta, sesuai kuasa atau wewenang yang diberikan dengan imbalan berupa ujrah (fee). (Peraturan Menteri Keuangan Nomor 18/PMK.010/2010 Tentaang Penerapan Prinsip Dasar Penyelenggaraan Usaha Asuransi Dan Usaha Reasuransi dengan Prinsip Syariah). Akad Wakalah bil Ujrah diperbolehkan dalam praktek asuransi syariah yang dilakukan antara perusahaan asuransi syariah dan peserta dimana posisi perusahaan asuransi syariah sebagai pengelola dan mendapatkan fee karena telah mendapatkan kuasa dari peserta.[13]

b)      Akad Mudharabah

Akad Mudharabah adalah Akad tijarah yang memberikan kuasa kepada perusahaan sebagai mudharib untuk mengelola investasi dana tobarru' clan/atau dana investasi peserta, sesuai kuasa atau wewenang yang diberikan, dengan imbalan berupa bagi hasil (nisbah) yang besarnya telah disepakati sebelumnya. 

Akad Mudharabah wajib memuat sekurang-kurangnya :

1) hak dan kewajiban peserta secara kolektif dan/atau peserta secara individu sebagai shnhibul mal (pemilik dana)

2)  hak dan kewajiban perusahaan sebagai mudharib (pengelola dana)termasuk kewajiban perusahaan untuk menanggung seluruh kerugian yang terjadi dalam kegiatan pengelolaan investasi yang diakibatkan oleh kesalahan yang disengaja, kelalaian atau wanprestasi yang dilakukan perusahaan

3)     batasan wewenang yang diberikan peserta kepada perusahaan

4)     bagi hasil (nisbnh), cara, dan waktu pembagian hasil investasi

5)   ketentuan lain yang disepakati (Peraturan Menteri Keuangan Nomor 18/PMK.010/2010 Tentaang Penerapan Prinsip Dasar Penyelenggaraan Usaha Asuransi Dan Usaha Reasuransi denganPrinsip Syariah).[14]

c)      Akad Mudharabah Musytarakah

Akad Mudharabah Musytarakah adalah Akad Tijarah yangmemberikan kuasa kepada perusahaan sebagai mudharib untukmengelola investasi Dana Tabarru' dan/ atau dana Investasi peserta, yang digabungkan dengan kekayaan perusahaan, sesuai kuasa atau wewenang yang diberikan dengan imbalan berupa bagi hasil (nisbah) yang besarnya ditentukan berdasarkan komposisi kekayaan yang digabungkan dan telah disepakati sebelumnya (Peraturan Menteri Keuangan Nomor 18/PMK.010/2010 Tentang Penerapan Prinsip Dasar Penyelenggaraan Usaha Asuransi Dan Usaha Reasuransi dengan Prinsip Syariah). [15]

Di dalam fatwa Dewan Syariah Nasional No: 51/DSNMUI/ III/2006 Tentang Akad Mudharabah Musytarakah Pada Asuransi Syariah menyebutkan bahwa akad ini bisa dilakukan oleh perusahaan asuransi syariah karena merupakan bagian dari mudharabah dan merupakan gabungan dari akad Mudharabah dan Musytarakah.[16]

Akad Mudharabah Musytarakah merupakan akad dimana modal perusahaan asuransi syariah dan nasabah digabungkan untuk diinvestasikan dan posisi perusahaan asuransi syariah sebagai pengelola.

Akad Mudharabah Musytarakah wajib memuat sekurang-kurangnya :

1)     hak dan kewajiban peserta secara kolektif dan/atau peserta secara individu sebagai shahibul mal (pemilik dana)

2)  hak dan kewajiban perusahaan sebagai mudharib (pengelola dana)termasuk kewajiban perusahaan untuk menanggung seluruh kerugian yang terjadi dalam kegiatan pengelolaan investasi yang diakibatkan oleh kesalahan yang disengaja, kelalaian atau wanprestasi yang dilakukan perusahaan

3)        batasan wewenang yang diberikan peserta kepada perusahaan

4)        cara dan waktu penentuan besar kekayaan peserta dan kekayaan perusahaan

5)        bagi hasil (nisbah), cara, dan waktu pembagian hasil investasi

6)   ketentuan lain yang disepakati ((Peraturan Menteri Keuangan Nomor 18/PMK.010/2010 Tentaang Penerapan Prinsip Dasar Penyelenggaraan Usaha Asuransi Dan Usaha Reasuransi dengan Prinsip Syariah).[17]

BAB III

PENUTUP

3.1.Kesimpulan

Asuransi syariah atau yang lebih dikenal dengan at-ta’min, takaful,atau tadhamun adalah usaha saling melindungi dan tolong menolong diantara sejumlah orang/ pihak melalui inventasi dalam bentuk asset atau tabarru’ memberikan pola pengembalian untuk menghadapi resiko tertentu melalui akad yang sesuai dengan syariah .

konsep asuransi syariah adalah suatu konsep di mana terjadi saling memikul risiko diantara sesama peserta sehingga antara satu dengan yang lainnya menjadi penanggung atas resiko yang muncul. Saling pukul risiko ini dilakukan atas dasar saling menolong dalam kebaikan dengan cara masing-masing mengeluarkan dana tabarru’ atau dana kebajikan (derma) yang tujuannya untuk menanggung risiko. Dalam sistem operasional, asuransi syari’ah telah terhindar dari hal-hal yang diharamkan oleh para ulama, yaitu gharar,maisir, dan riba.

Dari uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa akad-akad yang melekat pada asuransi syariah adalah akad tijarah dan akad tabarru’, sedangkan akad yang mengikuti akad tijarah maupun akad tabarru’ adalah akad Mudharabah Musytarakah, akad Mudharabah dan akad Wakalah bil Ujrah.


DAFTAR PUSTAKA

Fatwa DSN No. 21/DSN-MUI/IX 2001 Tentang Pedoman Umum Asuransi Syari’ah.

Febriani, Mila. “Asuransi Syariah”. diakses dari http://febrianimila98.blogspot.com/2016/11/makalah-asuransi-syariah.html?m=1, Pada Tanggal  22 Oktober 2019.

Junaidi. (2018). Akad-Akad di dalam Asuransi Syariah. Journal of Sharia Economic Law Vol. 1 No. 1.

Qamar, Nurul. “Dasar-dasar ekonomi islam”. diakses dari https://www.academia.edu/28637798/makalah_asuransi_syariah. pada tanggal 22 Oktober 2019.

Sula, Muhammad Syakir. (2004). Asuransi Syariah Konsep dan Sistem Operasional. Jakarta: Gema Insani.



[1] Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syariah Konsep dan Sistem Operasional, (Jakarta: Gema Insani, 2004), hlm. 31.

[2]Nurul Qamar, “Dasar-dasar ekonomi islam”, diakses dari https://www.academia.edu/28637798/makalah_asuransi_syariah, pada tanggal 22 Oktober 2019, Pukul 10:30 wib.

[3] Fatwa DSN No. 21/DSN-MUI/IX 2001 Tentang Pedoman Umum Asuransi Syari’ah.

[4] Muhammad Syakir Sula, Op. Cit., hlm. 293.

[5]Mila Febriani, “Asuransi Syariah” , diakses dari http://febrianimila98.blogspot.com/2016/11/makalah-asuransi-syariah.html?m=1, Pada Tanggal  22 Oktober 2019, Pukul 10:35 wib.

[6] Ibid.

[7] Ibid.

[8] Junaidi, “Akad-Akad di dalam Asuransi Syariah”, Journal of Sharia Economic Law Vol. 1 No. 1 , 2018, hlm. 18.

[9] Ibid.

[10] Ibid., hlm. 19.

[11] Ibid.

[12] Ibid.

[13] Ibid., hlm. 20.

[14] Ibid., hlm. 21.

[15] Ibid., hlm. 22.

[16] Ibid.

[17] Ibid.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MAKALAH RAGAM BAHASA DAN KARAKTERISTIKNYA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang      Bahasa diartikan sebagai suatu sistem berupa bunyi atau lambang yang bersifat abi ia terdapat pembahasan tentang ragam bahasa beserta karakteristiknya. Dimana ragam bahasa merupakan varian dari sebuah bahasa menurut penggunaannya. Ragam bahasa amat luas pemakaiannyadan bermacam-macam pula latar belakang penuturnya, mau tidak mau akanmelahirkan sejumlah ragam bahasa yang berbeda-beda.     Terdapat beberapa ragam bahasa, diantaranya ragam lisan, ragam tulisan, ragam baku, ragam tidak baku, ragam baku lisan, ragam baku tulisan serta ragam sosial dan ragam fungsional. 1.2. Rumusan Masalah      Adapun rumusan masalah yang akan dibahas adalah sebagai berikut : Apakah yang dimaksud dengan ragam bahasa? Apa saja macam-macam ragam bahasa? Bagaimana cara menggunakan ragam bahasa yang baik dan benar? 1.3. Tujuan Penulisan      Tujuan dibuatnya makalah ini adalah : Mahasiswa dapat menge...

MAKALAH FIQIH WADI'AH DAN LUQATHAH

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang        Di antara masalah-masalah yang banyak melibatkan anggota masyarakat dalam kehidupan sehari-hari adalah masalah muamalah (akad, transaksi) dalam berbagai bidang. Karena masalah muamalah ini langsung melibatkan manusia dalam masyarakat, maka pedoman dan tatanannya pun perlu dipelajari dan diketahui dengan baik, sehingga tidak terjadi penyimpangan dan pelanggaran yang merusak kehidupan ekonomi dan hubungan sesama manusia. Kesadaran bermuamalah hendaknya tertanam lebih dahulu dalam diri masing-masing, sebelum orang terjun ke dalam kegiatan muamalah itu. Pemahaman agama, pengendalian diri, pengalaman, akhlaqul-karimah dan pengetahuan tentang seluk-beluk muamalah hendaknya dikuasai sehingga menyatu dalam diri pelaku (pelaksana) muamalah itu.     Dari sekian banyak transaksi atau akad yang ada, diantarannya adalah akad Al-Wadiah dan Al-Luqhatah. Al-Wadiah adalah penitipan, yaitu akad seseorang ...